Lebih cepat lebih baik

Motto “Lebih cepat lebih baik” terdengar di mana-mana sekarang ini karena adanya kampanye pemilihan presiden. Sebagai orang tua saya sempat tergelitik dengan motto ini. Beberapa tahun lalu dan bahkan sampai sekarang ini adanya penawaran jalur pendidikan yang lebih singkat melalui program akselerasi atau program foundation dari college.

Sebagai orang tua dari dua orang anak saya sempat tergoda untuk memasukkan anak saya ke program sekolah akselerasi. Perhitungan bahwa anak-anak akan lebih cepat meraih gelarnya, menyelesaikan sekolah di usia muda dan perhitungan biaya pendidikan yang dapat dihemat. Saya sempat membicarakan hal ini dengan keluarga dan berdiskusi dengan anak-anak saya. Sepertinya Lebih cepat lebih baik itu menjadi prioritas pertimbangan kami.

Perjalanan hidup ini memang aneh, campur tangan Tuhan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan. Saat saya siap untuk memasukkan anak-anak ke program akselerasi, suami saya mendapat tugas ke luar negeri, sehingga anak-anak harus mengikuti kepindahan tersebut. Sesampai di negara tujuan, saya tidak melihat adanya program akselerasi di negara tersebut, tapi saya terus mencari tahu mengenai program lebih cepat lebih baik. Dalam pencarian saya, saya bergabung dengan sekelompok ibu-ibu rumah tangga yang menyelenggarakan “parenting class”. Kegiatan itu merupakan kegiatan diskusi antar orang tua mengenai apa yang kita bisa dilakukan sebagai orang tua dalam mempersiapkan anak-anak remaja menghadapi dunia yang lebih luas. Di suatu diskusi saya sempat melontarkan keinginan saya agar anak saya dapat mengambil program sekolah yang lebih cepat. Diskusi itu menjadi topic menarik dan saya mendapat masukan berharga dari teman-teman saya. Tidak di ragukan bahwa sebagian besar anak-anak yang pandai pasti mampu belajar lebih cepat dan menyelesaikan pendidikan akademiknya lebih cepat. Dibalik semua itu sebenarnya kita mendorong anak secepat mungkin mengambil tanggungjawab yang lebih besar dalam hidupnya. Secara akademik mereka mampu menjalaninya. Pertanyaan terbesar bagaimana dengan perkembangan mental dan kepribadian anak tersebut? Yang harus kita persiapkan adalah seorang anak yang mampu mengambil “keputusan yang lebih benar dan lebih baik dalam kehidupannya”

Hidup seorang anak itu tidak hanya harus mempergunakan ilmu pengetahuannya tapi mereka di tuntut untuk mampu menggambil keputusan yang bijaksana dalam hidupnya. Oleh karena itu Parenting class membahas bagaimana mempersiapkan anak dalam pergaulan sehari-hari, menghadapi godaan seksual, mengatasi masalah-masalah emosional dan motivasi. Saya belajar banyak dari diskusi-diskusi dengan teman-teman saya dan saya juga melakukan riset mengenai perkembangan usia anak dengan rentang tanggung jawab yang mampu dihadapinya. Akhirnya saya memutuskan tidak memilih jalur “Lebih cepat lebih baik” untuk anak saya.

Tiga tahun saya mengikuti kelas diskusi parenting tersebut, sampai akhirnya saya kembali ke tanah air. Tahun 2008 saya mendapat kesempatan untuk menjadi dosen paruh waktu di di sebuah institusi pendidikan. Saya harus menghadapi anak didik dengan usia muda tapi mengambil program persiapan masuk universitas, program ini seperti motto lebih cepat lebih baik dan disisi lain saya juga mengajar anak didik yang telah menyelesaikan pendidikan formalnya melalui jalur normal.

Kenyataannya saya mengalami banyak persoalan dengan anak-anak yang lebih muda karena mereka tidak siap untuk mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya. Saya menghadapi lebih banyak kendala dari program lebih cepat lebih baik, karena factor kematangan pola berpikir anak-anak tersebut. Ternyata dari hasil riset saya banyak kebenaran terungkap. Dalam mendidik anak factor waktu sangat menentukan, kedewasaaan anak, pembentukan kepribadian anak tidak dapat dipercepat waktunya. Semua itu membutuhkan waktu untuk seorang anak mampu menyerap nilai-nilai moral dan kebenaran dalam hidup.

Sebagai orang tua kita sering terpedaya dengan tawaran-tawaran menarik dan memiliki nilai ekonomis. Kita jadi lupa bahwa nilai kehidupan itu bukan sesuatu yang instan untuk dicerna. Dibutuhkan waktu, pengalaman pribadi dan pengembangan diri untuk mencapai suatu pemahaman yang benar.

Mendidik anak-anak kita bukan untuk menjadikan mereka lebih cepat lebih baik, tapi mendidik mereka untuk mengambil “keputusan yang lebih benar dan lebih baik”
Tugas kita sebagai orang tua membentuk anak-anak kita menjadi manusia yang seutuhnya, seimbang perkembangan kepribadian dan kepandaian akademisnya.

Essentialists hope that when students leave school, they will possess not only basic skills and an extensive body of knowledge, but also disciplined, practical minds, capable of applying schoolhouse lessons in the real world.

-William C. Bagley

Jakarta, 6 Juli 2009 (Pk. 21.33)
**Lina Kartasasmita**

Comments

Popular posts from this blog

Table topic 1: Never… never give up

We love to love

Dealing with difficult person with acceptance

Suffering and tired

My Relationship with God

“Alone”

Hundred percent!!

I am still here for you

I am perfectly blessed in my imperfection

Please keep doing it