Kesempatan yang berharga

Suatu hari saya mengunjungi rumah duka, ditempat orang menangisi suatu perpisahan yang abadi. Sebenarnya apa yang memicu kesedihan itu? Sering menjadi perenungan saya, baik orang kaya ataupun orang miskin, tua atau muda, yang ada hanyalah kesedihan.

Apa sih yang membuat kita berduka ketika kehilangan orang yang kita kasihi? Apakah perpisahan itu sendiri? Atau ketika kita tahu kita tak lagi bersama mereka dan hanya kenangan yang tersisa? Jawabannya menjadi beragam.

Mengamati orang-orang di rumah duka selalu saja menarik perhatian saya. Suatu waktu saya mendengar orang berbicara tentang kenangan-kenangan yang tak terlupakan dengan orang yang telah meninggal dunia, atau cerita tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu untuk merawat sebelum Tuhan memanggilnya. Tapi ada yang paling menarik adalah ketika orang menyatakan betapa menyesalnya karena belum melakukan ini dan waktu itu telah berakhir, sepertinya banyak pekerjaan yang belum terselesaikan, banyak kenangan yang harusnya masih dapat diukir dalam kehidupan ini.

Perasaan menyesal itu yang paling dalam yang sering melanda orang yang ditinggalkan. Perasaan yang mengatakan, “Seandainya aku tahu kau akan pergi… aku akan melakukan ini … dan itu bersamamu” “Seandainya tadi aku mengatakan bahwa aku mencintaimu, seandainya aku telah mengatakan bahwa aku telah memaafkanmu”
Perasaan menyesal itulah yang memberikan tekanan terberat dalam perpisahan itu. Jadi kita tidak menangisi “perpisahan” tapi kita menangisi “kesempatan yang hilang”

Ada banyak kesempatan dalam hidup kita untuk mengungkapkan perasaan kita, tapi kesempatan itu berlalu tanpa kita pakai. Sering dalam hidup kita luput memuji anak-anak kita, kita lupa mengatakan bahwa kita mencintai orang tua kita, kita menghindari untuk memaafkan atau meminta maaf. Bilamana kesempatan itu lalu dari hidup kita, kita tak lagi mampu menjembatanin waktu dan hanya penyesalan-penyesalan yang ada. Itulah
kepedihan dan kesedihan yang mendalam.

Apakah yang kita lakukan ketika kita duduk bersama orang tua kita? Apa yang kita katakan ketika anak kita meminta perhatian kita, apa yang kita perbuat ketika sahabat kita meminta pertolongan kita? Seringkali kita duduk bersama orang tua kita, tapi kita hanya memikirkan pekerjaan kita, kita tidak mengukir kenangan bersama mereka. Perhatian kita tidak kepada anak kita pada saat mereka mengharapkan kita memujinya dan mendengarkan mereka. Kita tidak rela meminjamkan telinga untuk mendengar keluh kesah sahabat kita. Dimana kesempatan itu ada bagi kita melakukan kebaikan, mengukir kenangan dan menjadi saluran berkat, kita justru tidak melihat kesempatan itu.

Banyak orang terperangkap pada masa lalu, menangisi masa lalu, menyesali masa lalu, hingga lupa kalau saat ini dia tidak lagi hidup di masa lalu. Ada banyak orang hidup hanya untuk masa depan, bahkan segalanya untuk masa depan sampai tidak perduli saat sekarang. Padahal apa yang bisa kita perbuat saat ini jauh lebih penting, karena ini adalah masanya. Kita tidak tahu hari esok, kita tak lagi kembali ke masa lalu. Jadi saat ini adalah saatnya bagi kita untuk tidak membuat waktu berlalu dan menghasilkan penyesalan-penyesalan dalam hidup kita. Ayo … kita jadikan hari ini harinya kita mengukir kenangan, harinya kita menyatakan kasih kepada orang tua kita, anak-anak kita dan kepada orang-orang yang kita kasihi. Ayo kita menjadi berkat bagi orang lain disaat ini, pada KESEMPATAN ini.

"Yesterday is gone. Tomorrow has not yet come. We have only today. Let us begin."
- Mother Teresa

**Lina Kartasasmita**
29 August 2009 at 7.50PM

Comments

Popular posts from this blog

Table topic 1: Never… never give up

We love to love

Dealing with difficult person with acceptance

Suffering and tired

My Relationship with God

“Alone”

I am still here for you

Hundred percent!!

I am perfectly blessed in my imperfection

Please keep doing it